Wednesday 22 November 2017

PTK PBL (Problem Based Learning)



BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah.


             Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan suatu bangsa yaitu sistem dan manajemen pendidikan di negara tersebut.  Karena itu dunia pendidikan harus dikelola dengan seefektif mungkin agar mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
             Pendidikan adalah sebuah sistem yang sangat kompleks dengan keanekaragaman subsistemnya. Subsistem-subsistem tersebut meliputi peserta didik; instrumental input yang terdiri dari kurikulum, sarana, tenaga pengajar (pendidik), dan strategi belajar mengajar; proses belajar mengajar (PBM); environmental input (lingkungan); dan output (keluaran). Subsistem-subsistem tersebut terkait antara satu dengan yang  lainnya dan membentuk satu kesatuan serta masing-masing memiliki peranan yang penting dalam sistem pendidikan.
             Berbicara mengenai sistem pendidikan, khususnya sistem pendidikan formal, pada hakekatnya tidak terlepas dari pengembangan subsistem-subsistem yang mendukungnya. Dalam upaya mencari alternatif  terbaik untuk pengembangan pendidikan di masa yang akan datang, kegagalan-kegagalan dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi di masa lalu dan di masa kini, akan sangat besar peranan dan manfaatnya. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul dalam dunia pendidikan itu tidak semudah dengan membalikkan telapak tangan, tetapi perlu adanya kerja keras dari pemerintah maupun tenaga pengajar serta peserta didik.
             Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah mengeluarkan suatu kebijakan umum tentang perubahan kurikulum baru yang disebut dengan  kurikulum 2013 revisi untuk membantu memajukan pendidikan nasioanal, agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional, kurikulum 2013 revisi perlu dikembangkan dan sangat dibutuhkan disemua tingkat pendidikan saat ini, agar sistem pendidikan nasional dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta tuntutan desentralisasi.
             Kurikulum 2013 revisi merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pada pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, dimana peseta didik dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam proses berdiskusi dan presentasi, memiliki sopan santun dan sikpa disiplin yang tinggi serta mampu memechkan masalah kontekstual matematika dalam kehidupan nyata.  Dengan demikian didalam pembelajaran matematika, agar pembelajaran itu lebih bermakna dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka pendidik dalam mengajarkan matematika harus dikaitkan dalam kehidupan nyata sehingga peserta didik mampu memahami konsep dan dapat menyelesaikan masalah matematika yang dihadapinya. Pembelajaran seperti ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pendekatan itu antara lain Realistic Mathematics Education (RME), Contecstual Teaching Learning (CTL) dan  Problem Solving. yang dapat mengajarkan peserta didik aktif dalam pembelajaran.
            Pemilihan pendekatan yang dapat digunakan pendidik haruslah tepat, agar dapat menumbuhkan kompetensi peserta didik dalam belajar matematika. Hal ini tidak lepas dari apa yang dialami oleh peserta didik SMA Negeri 17 Bandung  khususnya kelas X dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. SMA Negeri 17 Bandung  yang merupakan salah satu lembaga yang berfungsi sebagai tempat pelaksanaan proses belajar mengajar. Setelah diadakan observasi di sekolah tersebut khususnya kelas X IPA 4 ternyata masih mempunyai kendala dalam upaya peningkatan hasil belajar matematika. Salah satu kendala yang banyak dihadapi peserta didik yaitu pemahaman konsep matematika khususnya pada pokok bahasan SPLTV. Peserta didik kurang memahami konsep bagaimana membuat model matematika pada soal cerita dan cara menyelesaikan soal-soal kontekstual pada SPLTV. Ini merupakan sebuah masalah bagi peserta didik
            Dengan melihat kasus yang dihadapi peserta didik tersebut, seharusnya seorang pendidik dalam proses pembelajaran menggunakan suatu pendekatan yang bisa mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran, khususnya dalam menyelesaikan masalah yang diberikan oleh pendidik. Salah satu pendekatan yang akan memberikan solusi dalam menyelesaikan masalah yang dialami peserta didik, dimana peserta didik kurang mampu dalam memecahkan masalah yang diberikan oleh pendidik adalah dengan menggunakan model problem based learning (PBL)
            Pembelajaran dengan model problem based learning menjadikan masalah nyata sebagai pemicu bagi proses belajar peserta didik sebelum mereka mengetahui konsep formal serta mampu membangun pengetahuan tertentu dan sekaligus mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan keterampilan menyelesaikan masalah.
Menurut Gijselaers (Hosnan 2014:298) menunjukkan bahwa penerapan PBL menjadikan peserta didik mampu mengidentifikasi informasi yang diketahui dan diperlukan serta strategi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.  Dengan demikian ketika peserta didik mampu memecahkan masalah matematika khususnya pada pokok bahasan SPLTV maka secara tidak langsung peserta didik pun bisa memahami konsep dari SPLTV itu sendiri.
            Agar peserta didik termotivasi untuk belajar mandiri, maka aktivitas bealajar peserta didik perlu dibangkitkan dan dikembangkan. problem based learning dalam pembelajaran ini dapat melatih peserta didik untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal yang berkaitan dengan materi yang dipelajari sehingga mengantarkan peserta didik memahami konsep dan aktivitas peserta didik  bisa terliahat saat itu.
Dengan menggunakan pendekatan ini diharapkan memberi kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk aktif belajar dan mengupayakan agar pembelajaran yang terpusat kepada pendidik (teaching oriented) berubah menjadi terpusat kepada peserta didik (student oriented).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis terdorong melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik pada kelas X

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Apakah dengan menggunakan model problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik kelas X SMA Negeri 17 Bandung?
2.      Bagaimana aktivitas peserta didik melalui pembelajaran dengan model problem based learning pada Peserta didik kelas kelas X SMA Negeri 17 Bandung?

C.  Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dari rumusan masalah, maka tujuan penelitian

ini sebagai berikut:

1.    Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika Peserta didik kelas X SMA Negeri 17 Bandung melalui pembelajaran dengan model problem based learning.
2.    Untuk mengetahui aktivitas peserta didik melalui pembelajaran dengan model problem based learning pada Peserta didik kelas X SMA Negeri 17 Bandung.
3.    Untuk mengetahui respon peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran dengan model problem based learning pada Peserta didik kelas X SMA Negeri 17 Bandung.


D.      Manfaat Penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
a.    Untuk peserta didik
1)        Melatih peserta didik agar mampu memahami soal matematika yang tersedia, kemudian mengembangkannya menjadi soal-soal lain sebagai dasar pemahaman konsep yang diberikan.
2)        Melatih peserta didik untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif dalam
       menyelesaikan masalah yang dihadapi.
b.    Untuk Pendidik
Melalui penelitian ini, pendidik dapat mengetahui strategi pembelajaran yang bervariasi, yang dapat memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran matematika di kelas.
c.    Untuk Sekolah
Hasil penelitian ini akan memberikan konstribusi dalam rangka memperbaiki pembelajaran matematika dan meningkatkan kualitas sekolah.
E.     PEMBATASAN MASLAH
       Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah pokok bahasan  
       SPLTV  pada kelas X SMA Negeri 17 Bandung






BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Kajian Pustaka/Teori

1.      Pengertian Belajar Matematika
Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. (Johnson dan Rising 1972)
Matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang logis. Jadi matematika berkenaan dengan konsep-konsep yang abstrak (Salmah, 2010:11).
Pada hakekatnya belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi sebab matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol tersusun secara hierarki dengan penalaran deduktif (Masykur dan Halim, 2007:43).
Berdasarkan pengertian belajar matematika dari beberapa pakar di atas,  dapat disimpulkan bahwa belajar matematika merupakan suatu aktivitas mental untuk memahami arti dari struktur, hubungan, simbol, kemudian merupakan konsep yang dihasilkan ke situasi nyata sehingga menyebabkan suatu perubahan tingkah laku.
2.       Aktivitas Peseta Didik
Indikator yang dapat dilihat untuk menentukan apakah pembelajaran itu berhasil atau tidak dapat dilihat dari dua segi yaitu:
a.       Keberhasilan pendidik dalam mengajar, yaitu menyangkut sejauh mana tujuan pembelajaran yang direncanakan dapat tercapai.
b.      Keberhasilan peserta didik dalam belajar, yaitu mengungkapkan sejauh mana tujuan pembelajaran yang ingin tercapai melalui kegiatan belajar mengajar atau yang sering disebut dengan ketuntasan belajar dilakukan dengan tes evaluasi.
Dierich (Hamalik 2013) membagi aktivitas atau kegiatan belajar kelompok menjadi 8 yaitu:
a.       Kegiatan visual, seperti membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain, bekerja atau bermain.
b.      Kegiatan-kegiatan lisan, seperti mengemukakan fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mangajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan intrupsi.
c.       Kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan dan mendengar radio.
d.      Kegiatan-kegiatan menulis seperti menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan pengisian angket.
e.       Kegiatan-kegiatan menggambar, seperti menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta dan pola.
f.       Kegiatan-kegiatan metrik, seperti melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, maenari dan berkebun.
g.      Kegiatan-kegiatan mental, seperti merenungkan, mengingat, mencemaskan masalah, menganalisis, melihat, hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.
h.      Kegiatan-kegiatan emosional, seperti minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.

Menurut Sanjaya (2006:176) Aktivitas adalah segala perbuatan yang sengaja di rancang oleh pendidik untuk menfasilitasi kegiatan belajar peserta didik seperti kegiatan diskusi, demonstrasi, simulasi, melakukan percobaan, dan lain sebagainya.
3.      Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis.
Pemahaman konsep merupakan pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar peserta didik lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam suatu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep yang dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep.
“Secara umum, indikator pemahaman matematika meliputi: mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan idea matematika” (Sumarmo, 2010: 4). Adapun indikator yang digunakan  adalah indikator pemahaman konsep menurut Jihad dan Haris (2010: 149),  sebagai berikut:
a.    Kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep yang dipelajari.
b.    Kemampuan mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya).
c.    Kemampuan menyebutkan contoh dan non-contoh dari konsep
d.   Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
e.    Kemampuan menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
f.     Kemampuan mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
g.    Kemampuan mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.
4.        Pengertian Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk belajar bagaimana belajar, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata menurut Duch (1995)
Problem Based Learning sebagai suatu model pembelajaran dimana peserta didik dihadapakanpada masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan dapat menyusun pengetahuan sendiri, menumbuhkembangkan inkuiri dan keterampilan tingkat tinggi, memandirikan peserta didik dan meningkatkan kepercayaan dirinya menurut Arends (2001)
  Problem Based Learning suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didikmuntuk menyelesaikan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut sekaligus memiliki keterampilan untuk menyelesaikan masalah menurut ward (2002)
Dalam model pembelajaran Problem Based Learning ini, pemahaman, transfer, pengetahuan, keterampilan berpikir tingkat tinggi, kemampuan pemecahan masalah, dan kemampuan komunikasi ilmiah merupakan dampak langsung pembelajaran. Sedangkan peluang peserta didik memperoleh hakikat tentang keilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi dan kebebasan peserta didik, toleransi terhadapa ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin merupakan dampak pengiring pembelajaran.
      Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada suatu masalah sehingga peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berfikir tingakat tinggi dan keterampilan menyelesaikan masalah serta memperoleh pengetahuan baru terkait dengan permasalahan tersebut

5.      Ciri-ciri Problem Based Learning (PBL)
Menurut Akinoglu dan Tandiongan (Awal, 2013:13), berbagai pengembangan Problem Based Learning (PBL) menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:
a.      Proses belajar harus diawali dengan suatu masalah, terutama masalah dunia nyata yang belum terpecahkan.
b.      Dalam pembelajaran harus menarik perhatian peserta didik
c.       Pendidik berperan sebagai fasilitator/ pemandu di dalam pembelajaran.
d.      Peserta didik harus diberikan waktu untuk mengumpulkan informasi menetapkan strategi dalam memecahkan masalah sehingga dapat mendorong kemampuan berpikir kreatif.
e.       Pokok materi yang dipelajari tidak harus memiliki tingkat kesulitan yang tinggi karena dapat menakut-nakuti peserta didik.
f.        Pembelajaran yang nyaman, santai dan berbasis lingkungan dapat mengembangkan keterampilan berpikir dan memecahkan masalah.
Berdasarkan urain tersebut tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL) dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh peserta didik dan pendidik), kemudian peserta didik mengumpulkan informasi mereka yang telah diketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Peserta didik dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.
6.      Implementasi Problem Based Learning
Berdasarkan penelitian Akinoglu dan Tandongan (Awal, 2013: 13), model Problem Based Learning (PBL) secara umum implementasinya mulai dengan tujuan dari model Problem Based Learning (PBL), pembentukan kelompok kecil yang terdiri dari 5 atau 7 peserta didik, pembagian permasalahn yang telah disiapkan, pemecahan masalah, menguji permasalahan tetapi jika tidak memberikan masalah dapat membuat riset atau praktek.
Menurut Sanjaya (2007: 218), model Problem Based Learning (PBL)
dijalankan dengan 6 langkah, yaitu sebagai berikut:
1.      Menyadari masalah.
2.      Merumuskan masalah.
3.      Merumuskan hipotesis.
4.      Mengumpulkan data.
5.      Menguji hipotesis.
6.      Menentukan pilihan penyelesaian.
Menurut John Dewey menjelaskan enam langkah sebagai satu metode untuk proses pemecahan masalah. Yaitu sebagai berikut:
1.      Merumuskan masalah: mampu mengetahui serta merumuskan masalah secara jelas
2.      Mengkaji masalah: menggunakan pengetahuan sebagai sudut pandang untuk menganalisis masalah. Pengetahuan yang luas itu lebih baik agar mampu digunakan untuk menganalisis dari berbagai sudut.
3.      Merumuskan hipotesis: mampu berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab akibat dan alternatif penyelesaian.
4.      Memgumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis: mempunyai kecakapan dalam mencari dan menyusun data serta menyajikan data dalam bentuk diagram, gambar dan tabel.
5.      Pembuktian hipotesis: mempunyai kecakapan menelaah dan membahas data, kecakapan menghubungkan dan menghitung, keterampilan mengambil keputusan dan kesimpulan.
6.      Menentukan pilihan penyelesaian: kecakapan membuat alternatif penyelesaian, kecakapan menilai pilihan dengan memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap pilihan.
Langkah-langkah yang dijelaskan John Dewey tersebut, sedikit berbeda dengan langkah-langkah yang dipaparkan oleh Ibrahim dan Nur.
Menurut Ibrahim dan Nur (Utari, 2014: 151) mengemukakan lima langkah Problem Based Learning  sebagai berikut:
a)    Mengorientasi peserta didik pada masalah: pendidik memberi penjelasan tujuan pembelajaran, memotivasi peserta didik agar terlibat dalam pemecahan masalah.
b)   Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar: pendidik membantu peserta didik mengidentifikasi dan mengorganisasi tugas belajar.
c)    Membimbing pemeriksaan individual atau kelompok: pendidik mendorong peserta didik mengumpulkan informasi, melaksanakan eksperimen.
d)   Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: pendidik membantu peserta peserta didik menyusun laporan dan berbagi tugas dengan sesama peserta didik.
e)      Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah: pendidik membantu peserta didik merefleksi dan mengevaluasi proses yang telah dikerjakan.
Pembelajaran ini dilandasi semua langkah tersebut tertuangkan dalam langkah pembelajaran dan pada saat pembelajaran berlangsung. Dengan langkah tersebut diharapkan peserta didik dapat bekerjasama dalam suatu kelompok dan mengembangkan aspek sosioal mereka. Dari beberapa langkah-langkah model problem based learning tersebut, penulis lebih memilih langkah-langkah yang diungkapkan oleh Ibrahim dan Nur.
7.      Kelebihan dari model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Sanjaya (2007: 220), keunggulan dari model Problem Based     
Learning (PBL) adalah sebagai berikut:
a)      Merupakan tekhnik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran.
b)      Dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik.
c)      Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.
d)     Dapat membantu peserta didik untuk bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e)      Dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam penmbelajaran yang mereka lakukan.
f)       Dapat mengetahui cara berpikir peserta didik dalam menerima pelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL).
g)      Problem Based Learning (PBL) dianggap menyenangkan dan disukai peserta didik.
h)      Dapat mengembangkan kemampuan peserta didik berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
i)        Dapat memberikan kepada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
j)        Dapat mengembangkan minat peserta didik untuk secara terus-menerus belajar sekaligus belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
8.      Kekurangan dari model Problem Based Learning
Menurut Wawasan pendidikan, kekurangan dari model Problem Based Learning  adalah sebagai berikut:
a.       Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba
b.      belajar merupakan kegiatan untuk membangun pengetahuan yang terkait menjadi lebih terstruktur Keberhasilan strategi pembelajaran malalui Problem Based Learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
c.       Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Belajar matematika bukanlah menyerap pengetahuan yang terpisah, namun. Perlu ada jalinan antar topik atau antar pokok bahasan. Konsep baru perlu dikaitkan atau dicari pijakannya pada konsep lama yang telah dimiliki peserta didik.
Dari beberapa teori tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan model Problem Based Learning pada penelitian ini adalah  suatu strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
9.      Materi Pembelajaran Matematika
a.      Pengertian sistem persamaan linear tiga variable
Persamaan linear tiga variabel adalah persamaan yang mengandung tiga variabel dimana pangkat/derajat tiap-tiap variabelnya sama dengan satu. Bentuk umum persamaan linear tiga variabel adalah:
ax + by + cz = p
dengan,



 



b.      Konsep sistem persamaan linear tiga variabel
1.      Perhatikan contoh kasus berikut ini!
Ahmad membeli di sebuah Toko peralatan sekolah berupa 4 buah penggaris, 6 buah buku tulis dan 2 buah pena dengan menghabiskan biaya sebesar Rp 19.000,00. Di Toko yang sama Sulaiman berbelanja 3 buah buku tulis dan sebuah penggaris dengan menghabiskan uang Rp 7.000,00. Jika harga sebuah penggaris adalah Rp 1.000,00 maka berpakah harga sebuah pena?
Untuk menyelesaikan kasus diatas, kita dapat menggunakan konsep sistem persamaan tiga variabel.
Pembahasan!
Dimisalkan bahwa;
x = harga sebuah penggaris
y = harga sebuah buku
z = harga sebuah pena
Diketahui:
4
x + 6y + 2z      = 19.000      persamaan (I)
3
y + x                = 7.000       persamaan (II)
 x                        = 1.000       persamaan (III)
dimana = x, y dan z adalah variabel
        Ditanya:
        z = ?

       penyelesaian:
Kita selesaikan terlebih dahulu persamaan (II) dengan bantuan persamaan (III), untuk mengetahui nilai Y (harga sebuah buku).
3
y + x            = 7.000 ………..( x= 1.000 )
3
y + 1.000      = 7.000
3
y                    = 7.000 – 1.000
3
y                    = 6.000
y                      = 6.000/3
y                      = 2.000  …….….persamaan (IV)
Kita lanjutkan untuk menyelesaikan persamaan (I) dengan bantuan persamaan (III) dan persamaan (IV) yang dihasilkan dari penghitungan di atas untuk mencari nilai
z (harga sebuah pena).
Kita sudah memiliki nilai;
y    = 2.000 dan,
x    = 1.000.
Maka,
4
x + 6y + 2z                         = 19.000
4(1.000) + 6(2.000) + 2
z        = 19.000
4.000 + 12.000 + 2
z               = 19.000
16.000 + 2
z                            = 19.000
2
z                                           = 19.000 – 16.000
2
z                                           = 3.000
z                                             = 3.000/2
z                                             = 1.500
Sudah terjawab masing – masing nilai
x, y dan z sebagai berikut;
x     = 1.000
y    = 2.000
z   = 1.500
Jadi, harga sebuah pena adalah Rp 1.500,00
2.      Pada sebuah tokoh buku, Ati membeli 3 buku, 2 pulpen dan 3 gunting dengan harga Rp 26.000,00. Lia membeli 3 buku, 3 pulpen, dan 1 guntung dengan harga 21.000,00. Anti membeli 3 buku dan 1 gunting dengan harga Rp.12.000,00. Jika Alif membeli 2 buku dan 2 gunting, maka tentukan biaya yang harus dikeluarkan oleh Alif?
misalkan
buku = x
pulpen = y
gunting = z

dari soal, dapat disusun sistem persamaan linear sebagai berikut:
1.      3x +2 y + 3z = 26.000….pers. (1)
2.      3x + 3y + z    = 21.000….pers. (2)
3.      3x + z  =  12.000….pers. (3)

Ditanya: 2x + 2z…?
Eliminasi y pada pers. (1) dikali 3 dan pers. (2) diksli 2
9x + 6y + 9z = 78.000
6x + 6y + 2z   = 42.000____   -
       3x + 7z  = 36.000 ……pers(4)
Eliminasi x pada pers. (3) dan pers. (4)
  3x + z     =  12.000
  3x + 7z   =  36.000____   -
         -6z  = -24.000
        z  = 4.000
Eliminasi z pada pers. (3) dikali 7 dan pers. (4)
  21x + 7z  =  84.000
  3x + 7z   =  36.000____   -
         18x  = 48.000
           x  = 2.667
3x + 3y + z    = 21.000
 3x   +     z     = 12.000____   -
                3y  = 9.000
                  y  = 3.000
maka, 2x + 2z = 13.334
jadi, uang yang harus dikeluarkan alif sebanyak Rp13.334



Seperti kita ketahui, selesaian dari persamaan linear satu variabel (PLSV) berupa bilangan tunggal yang memenuhi persamaan tersebut. Misanya, untuk x – 5 = 1, selesaiannya adalah x = 6 dan grafiknya berupa titik tunggal pada garis bilangan, yang merupakangrafik satu dimensi. Sedangkan selesaian dari suatu persamaan linear dua variabel (PLDV), seperti 2x + y = 4, adalah pasangan-pasangan berurutan (xy) yang memenuhi persamaan tersebut. Grafik dari selesaian PLSV dan PLDV di atas dapat ditunjukkan oleh gambar berikut.




Menentukan Solusi-solusi dari Persamaan Linear Tiga Variabel
Gunakan metode guess-and-check untuk menentukan empat titik lain yang dilalui oleh bidang x + y + z = 6.
Pembahasan Kita dapat memulainya dengan memilih x = 0, kemudian menggunakan kombinasi dua bilangan y dan z sedemikian sehingga jumlah ketiga bilangan tersebut adalah 6. Dua contohnya adalah titik-titik (0, 1, 5) dan (0, 4, 2). Kita juga dapat memilih sembarang dua bilangan x dan y, kemudian menentukan nilai z sedemikian sehingga jumlah ketiga bilangan tersebut adalah 6. Dua contohnya adalah titik-titik (5, 2, –1) dan (–3, 7, 2). 

B.     Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Dalam penelitian ini penulis mengambil permasalahan tentang penerapan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik kelas X. Senada dengan permasalahan diatas, penulis mengambil beberapa reverensi penelitian yang relevan, diantaranya adalah sebagai berikut:
       Ratih Surya Pratiwi (2015) dengan judul penelitian penerapan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII2 smp negeri 4 Pekanbaru, Berdasarkan hasil analisis penelitiannya menunjukkan bahwa:
7.      penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dapat memperbaiki proses pembelajaran matematika siswa kelas VIII.2 SMP Negeri 4 Pekanbaru semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015 pada materi pokok prisma dan limas,
8.      penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII.2 SMP Negeri 4 Pekanbaru semester genap Tahun Ajaran 2014/2015 pada materi pokok prisma dan limas.
       Sazali (2012) mengambil penelitian PTK dengan judul meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika melalui pembelajaran kooperatif di SMP Negeri 1 Sebawi menunjukkan hasil penelitian bahwa aktivitas belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif meningkat. Adanya peningkatan itu dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Pada siklus I memperoleh rata-rata persentase aktivitas siswa sebesar 51,79 %. Kemudian pada siklus II rata-rata persentase aktivitas siswa mencapai 76,91 %. Jadi untuk aktivitas belajar siswa terjadi peningkatan sebesar 25,12 %
       Pramita Dewiatmini (2010) dengan judul penelitian adalah upaya meningkatkan pemahaman konsep matematika pada pokok bahasan himpunan siswa kelas VIIa SMP Negeri 14 Yogyakarta dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) menunjukkan bahwa hasil analisis kemampuan pemahaman konsep matematika siswa, menunjukkan kemampuan siswa dalam menyatakan ulang sebuah konsep dari siklus II mengalami peningkatan, pada siklus I presentase skor jawaban benar siswa masuk dalam kategori tinggi, sedangkan pada siklus II masuk dalam kategori sangat tinggi dengan persentase skor jawaban benar siswa sebesar 85,62%.
C.    Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan tinjauan hasil penelitian terdahulu yang relevan di atas, maka rumusan hipotesis penelitian tindakan ini adalah Penerapan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik kelas X. dengan penelitian tersebut peserta didik diharapkan mampu
9.       Mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika Peserta didik kelas X SMA Negeri 17 Bandung melalui pembelajaran dengan model problem based learning.
10.  Mengetahui aktivitas peserta didik melalui pembelajaran dengan model problem based learning pada Peserta didik kelas X SMA Negeri 17 Bandung.
11.  Mengetahui respon peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran dengan model problem based learning pada Peserta didik kelas X SMA Negeri 17 Bandung.














BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.    Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas (Classroom action research) dengan tahapan-tahapan pelaksanakan meliputi: perencanaan (planning), tindakan (action), observasi (observation), refleksi (reflection). Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan selama dua siklus, dengan penerapan problem based learning.  
B.       Lokasi, Waktu dan Subjek Penelitian
1.      Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 17 Bandung. Sekolah tersebut beralamat di jln. Tujuh Belas Caringin Bakan ciparay, Bandung, Jawa Barat
2.      Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2017/2018 yang berlangsung pada bulan juli sampai dengan Agustus 2017.
3.      Subjek penelitian adalah peserta didik kelas X SMA Negeri 17 Bandung. Kelas X terdiri dari 6 kelas, dengan jumlah peserta didik tiap kelas rata-rata 35 orang.
C.      Kolaborasi Penelitian
Pada penelitian tindakan kelas ini peneliti bekerja sama dengan beberapa pihak diantaranya Dosen Pembimbing, Pendidik Pamong, dan beberapa observer yang berasal dari teman-teman PPG serta pihak lain (kepala sekolah, TU, serta Pendidik-pendidik) yang ada di sekolah. Ini untuk menindak lanjuti terhadap hasil penelitian penelitian
D.    Prosedur Pnelitian
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan pelaksanaannya selama dua siklus. Yaitu siklus pertama dan siklus kedua merupakan rangkaian kegiatan yang selalu saling berkaitan. Dalam artian bahwa pelaksanaannya siklus II merupakan kelanjutan dan perbaikan dari siklus I. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai.
Berikut ini adalah desain penelitian tindakan kelas dari Hopkins (Uno,2011:88)



 












Gambar: 3.1 Desain penelitian

Secara lebih rinci prosedur penelitian ini dilaksanakan sebagai berikut:
1.    Siklus I
siklus I berlangsung selama 4 kali pertemuan, 3 kali pertemuan digunakan proses belajar mengajar, 1 kali pertemuan dilaksanakan untuk tes siklus I.
a.    Tahap perencanaan
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan ini adalah sebagai berikut:
1.    Menelaah materi yang akan diajarkan.
2.    Membuat skenario pembelajaran untuk pelaksanaan tindakan.
3.    Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana keaktifan peserta didik di kelas ketika metode tersebut diaplikasikan.
4.    Membuat angket mengenai tanggapan peserta didik tentang kegiatan pembelajaran melalui pendekatan problem based learning.
5.    Membuat tes akhir Siklus I
b.   Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini diterapkan model pembelajaran Problem Based Learning  pada beberapa materi kurikulum yang telah ditelaah pada tahap perencanaan dengan mengaplikasikan langkah model pembelajaran Problem Based Learning  berikut ini:
1.    Mengorientasikan peserta didik pada masalah, pada langkah ini pembelajaran dimulai dengan menyajikan masalah yang nyata bagi peserta didik sesuai dengan pengalaman di tingkat pengetahuannya.
2.    Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, pada langkah ini peserta didik mengidentifikasi masalah nyata yang diberikan.
3.    Membimbing pemeriksaan individual atau kelompok, pada langkah ini peserta didik mengumpulkan informasi, melakukan ekssperimen sehingga dengan cara seperti itu terjadi interaksi yang efektif dan pendidik berperang sebagai fasilitator dan motivator.
4.    Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, pada langkah ini pendidik membantu peserta didik untuk menyusun laporan atau penyelesaian kemudian mempresentasikan di depan kelas.
5.    Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, pada langkah ini pendidik membantu peserta didik untuk merefleksi dan mengevaluasi prose yang telah dikerjakan peserta didik.
c.       Tahap observasi dan evaluasi
Pada tahap ini dilaksanakan pengamatan (observasi) terhadap 

pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang

telah dibuat serta melaksanakan evaluasi.

d.      Tahap Refleksi
Setelah data terkumpul pada tahap observasi selanjutnya dianalisis untuk melihat tingkat keberhasilan program pengajaraan setelah diberikan tindakan pada siklus I. Hasil yang telah diperoleh dapat dijadikan patokan untuk merumuskan rencana perbaikan selanjutnya.
1.    Siklus II
Berdasarkan interaksi refleksi pada pelaksanaan tindakan siklus I yang tidak memenuhi indikator, maka perlu dilaksanakan tindakan siklus II sebagai kelanjutan dan penyempurnaan serta perbaikan dari pelaksanaan tindakan siklus I. Pelaksanaan siklus II hampir sama dengan siklus I yaitu  dilaksanakan sebanyak 4 kali pertemuan, 3 kali pertemuan digunakan untuk proses belajar mengajar, 1 kali pertemuan dilaksanakan untuk tes siklus II, dengan 4 tahap yaitu;  Perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan Evaluasi.
E.     Teknik pengumpulan data
1.      Sumber data penelitian ini adalah pendidik dan peserta didik.
  Data yang diperoleh dari pendidik adalah informasi mengenai hasil belajar matematika peserta didik , pendekatan dan metode mengajar yang digunakan dalam tiap-tiap pokok bahasan, respon peserta didik ketika diberikan soal-soal untuk dikerjakan.
2.      Jenis data: jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan data kualitatif yang terdiri dari: tes hasil belajar/tes kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal yang diberikan, tanggapan peserta didik, dan lembar observasi.
3.      Cara pengambilan data:
a.    Data mengenai aktivitas Peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar atau proses pembelajaran matematika dengan pendekatan problem based learning dengan menggunakan lembar observasi.
b.    Data mengenai hasil belajar Peserta didik diperoleh dari tes hasil belajar Matematika pada tiap akhir siklus.
c.    Data mengenai respon Peserta didik terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan problem based learning diperoleh melalui angket yang diberikan kepada peserta didik pada akhir siklus II.
F.     Teknik analisis data
a.       Aktivitas Peserta didik
Data aktivitas peserta didik diperoleh dari hasil observasi aktivitas peserta didik yang diamati secara cermat oleh observer dengan memberikan skor sesuai kreterian keaktifan peserta didik.

Data hasil pengamatan aktivitas peserta didik meliputi menghitung presentase skor perkomponen yang diobservasi. Menurut Yonni, dkk. (Encar 2015: 29) untuk menghitung skor perkomponen digunakan rumus sebagai berikut:

Kriteria keberhasilan aktivitas peserta didik dalam penelitian ini adalah
        Menurut Masyhud (Encar, 2015: 30) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1 Penilaian Aktivitas Peserta Didik

No.
Interval
Interpretasi
1
81% - 100%
Sangat aktif
2
61% - 80%
Aktif
3
41% - 60%
Cukup aktif
4
21% - 40%
Kurang aktif
5
0% - 20%
Sangat kurang aktif
Adapun ketuntasan kelas diperoleh jika jumlah peserta didik yang tuntas belajar di kelas mencapai 85%.
            Adapun kriteria penilaian aktivitas belajar peserta didik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
                 Indikator kinerja atau kriteria keberhasilan pelaksanaan penelitian tindakan  kelas yang mengacu pada ketentuan kurikulum sebagai berikut :
a)    Tindakan dinyatakan berhasil jika aktivitas peserta didik dalam pembelajaran minimal 75 % atau berada pada kriteria baik.
b)   Tindakan dinyatakan berhasil jika hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran minimal 85 %  mencapai daya serap kelas.
1.      Tes Kemampuan Pemahaman Matematis.
Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara statistik deskriktif, yaitu skor rata-rata, presentase, standar deviasi, nilai minimum, dan nilai maksimum yang dicapai setiap siklus untuk mendeskripsikan karakteristik responden. Selanjutnya dengan menggunakan teknik kategorisasi, untuk menentukan kategori kemampuan peserta didik dalam pemahaman konsep matematis, maka kriteria yang digunakan berdasarkan ketentuan Kurikulum 13 (K.13), yaitu:
1.    Skor hasil belajar < 60 (KKM) dikategorikan kurang
2.    Skor hasil belajar 60 – 69 dikategorikan cukup
3.    Skor hasil belajar 70 – 79 dikategorikan baik
4.    Skor hasil belajar 80 – 100 dikategorikan baik sekali
(Permendikbud nomor 53 tahun 2015 )
      Meninjau dari penggunaan skor analisis data kriteria  ketuntasan hasil belajar peserta didik digunakan berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah, yaitu:
1.    Skor hasil belajar peserta didik < KKM dikategorikan tidak tuntas
2.    Skor hasil belajar peserta didik  KKM dikategorikan tuntas
Kemudian dihitung persentase ketuntasan secara klasikal.  Untuk hitunglah persentase daya serap kelas secara umum.

Suherman (2001: 6) Suatu kelas dikatakan tuntas belajar apabila daya serap kelas ≥ 85 %.
2.     
Aktivitas Peserta didik


Data aktivitas peserta didik diperoleh dari hasil observasi aktivitas peserta didik yang diamati secara cermat oleh observer dengan memberikan skor sesuai kreterian keaktifan peserta didik.
3.    Aktivitas Pendidik
Observasi kegiatan pendidik dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang mengacu pada kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model problem based learning. Kriteria untuk menentukan keberhasilan pendidik dalam aktifitasnya menggunakan rumus sebagai berikut:

                 Presentase Kriteria = 
4.    Data Respon Peserta Didik
Hasil angket dianalisis dengan cara mencari persentase masing-masing pernyataan untuk tiap pilihan jawaban, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
                                     P = 
Keterangan:
P                 : Persentasi jawaban
f                   : Frekuensi jawaban
n                  : Banyaknya jawaban
Persentase yang diperoleh ditafsirkan berdasarkan kriteria yang dikemukakan Riduan (dalam Ardiyanto, 2012) adalah sebagai berikut:
Tabel  3.2  Klasifikasi Interprestasi Persentase Respon Peserta Didik
Persentase
Interprestasi
0
Tak seorangpun
1 - 24
Sebagian kecil
 - 49
Hampir setengahnya
50
Setengahnya
51 - 74
Sebagian besar
75 - 99
Hampir seluruhnya
100
Seluruhnya

  1. Indikator keberhasilan tindakan
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas (classroom action research) adalah  kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik dikatakan meningkat apabila ditinjau dari nilai rata-rata hasil belajar dari siklus I meningkat pada siklus II serta memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah.
Kriteria ketuntasan minimal di SMA Negeri 17 Bandung pada pelajaran matematika yaitu 75. Ketuntasan belajar peserta didik minimal tercapai 80% dari seluruh peserta didik yang dikenai tindakan memperoleh nilai 75 ke atas (Berdasarkan pedoman sekolah). Untuk mengetahui presentase ketuntasan klasikal peserta didik dapat digunakan rumus sebagai berikut:
KK =  x 100 % (KTSP 2007, 382) dalam Herlin Nopariza, 2011
Keterangan:
KK = Presentase ketuntasan belajar klasikal
JT = Jumlah peserta didik yang tuntas
JS = Jumlah seluruh peserta didik
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas (classroom action research) adalah  kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik dikatakan meningkat apabila ditinjau dari nilai rata-rata yang diperoleh dari siklus I meningkat pada siklus II serta memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan oleh sekolah.

H.    Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini  terdiri dari dua jenis yaitu:
1.      Instrumen Tes
Instrumen ini digunakan untuk tes formatif yaitu tes-tes yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus I dan II, tes ini bertujuan untuk menganalisis peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis dan ketuntasan belajar peserta didik terhadap seluruh materi yang diberikan pada kedua siklus sebagai implikasi PTK.
2.      Instrumen Non-Tes
Dalam Instrumen Non tes ini digunakan sebagai berikut:
a.    Lembar Observasi Aktivitas Pendidik
Lembar observasi aktivitas pendidik digunakan untuk mengetahui apakah proses pembelajaran dengan model problem based learning terlaksana dengan baik dan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah dibuat, kemudian bagaimana interaksi yang terjadi di dalam kelas, serta untuk mengetahui kekurangan dalam proses pembelajaran.
b.      Lembar Observasi Aktivitas Peserta didik
Lembar observasi aktivitas peserta didik digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keaktifan peserta didik saat proses pembelajaran berlangsung, serta menjadi tolak ukur dan bahan pertimbangan pendidik dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus II sebagai tindak lanjut dari siklus I.   
c.       Lembar Jurnal Respon Peserta Didik
Jurnal harian merupakan instrumen non tes yang terdiri dari beberapa pertanyaan yang bersifat terbuka. Lembar jurnal respon peserta didik berisi pertanyaan-pertanyaan terkait penerapan model problem based learning dalam proses pembelajaran untuk tiap siklus, sehingga peneliti dapat mengetahui bagaimana respon peserta didik selama siklus tindakan berlangsung, serta menjadikannya sebagai salah satu cara untuk menganalisis solusi agar pembelajaran menjadi lebih efektif.
I.       Jadwal penelitian
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
Bulan/ Minggu Ke-

Mei
Juni
Juli
Agust
Sept
Okt
Nov
1
Observasi
Minggu Ke IV






2
Pengajuan judul

Minggu Ke I






Penyusunan proposal

Minggu ke
II-III







3
Penyusunan instrumen PTK dan  konsultasi

Minggu Ke IV 
Minggu Ke I-III




4
Pelaksanaan penelitian


 Minggu Ke IV
 Minggu Ke I-IV



5
Analisis Data



Minggu Ke I-IV
Minggu Ke I


6
Penyusunan laporan PTK




Minggu Ke II-IV
 Minggu Ke I-III

7
Seminar






Minggu Ke IV


No comments:

Post a Comment