BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah.
Salah
satu faktor yang mempengaruhi perkembangan suatu bangsa yaitu sistem dan
manajemen pendidikan di negara tersebut.
Karena itu dunia pendidikan harus dikelola dengan seefektif mungkin agar
mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Pendidikan adalah sebuah sistem yang sangat kompleks dengan
keanekaragaman subsistemnya. Subsistem-subsistem tersebut meliputi peserta
didik; instrumental input yang
terdiri dari kurikulum, sarana, tenaga pengajar (pendidik), dan strategi belajar mengajar; proses
belajar mengajar (PBM); environmental
input (lingkungan); dan output
(keluaran). Subsistem-subsistem tersebut terkait antara satu dengan yang lainnya dan membentuk satu kesatuan serta
masing-masing memiliki peranan yang penting dalam sistem pendidikan.
Berbicara
mengenai sistem pendidikan, khususnya sistem pendidikan formal, pada hakekatnya tidak terlepas dari
pengembangan subsistem-subsistem yang mendukungnya. Dalam upaya mencari
alternatif terbaik untuk pengembangan pendidikan di masa yang akan datang,
kegagalan-kegagalan dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi di masa lalu dan di masa kini, akan sangat besar
peranan dan manfaatnya. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul
dalam dunia pendidikan itu tidak semudah dengan membalikkan telapak tangan,
tetapi perlu adanya kerja keras dari pemerintah maupun tenaga pengajar serta
peserta didik.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah
mengeluarkan suatu kebijakan umum tentang perubahan kurikulum baru yang disebut
dengan kurikulum 2013 revisi untuk membantu memajukan pendidikan
nasioanal, agar lulusan
pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai
standar mutu nasional dan internasional, kurikulum 2013 revisi perlu dikembangkan dan sangat dibutuhkan disemua tingkat pendidikan
saat ini, agar sistem
pendidikan nasional dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan
informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta tuntutan desentralisasi.
Kurikulum 2013
revisi merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pada pemahaman, skill, dan
pendidikan berkarakter, dimana peseta didik dituntut untuk paham atas materi,
aktif dalam proses berdiskusi dan presentasi, memiliki sopan
santun dan sikpa disiplin yang tinggi serta mampu memechkan masalah kontekstual matematika
dalam kehidupan nyata. Dengan demikian didalam pembelajaran
matematika, agar pembelajaran itu lebih bermakna dan dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari, maka pendidik dalam mengajarkan matematika harus
dikaitkan dalam kehidupan nyata sehingga peserta didik mampu memahami konsep
dan dapat menyelesaikan masalah matematika yang dihadapinya. Pembelajaran seperti ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan.
Pendekatan itu antara lain Realistic Mathematics
Education (RME), Contecstual Teaching Learning (CTL) dan Problem Solving. yang dapat mengajarkan peserta
didik aktif dalam pembelajaran.
Pemilihan
pendekatan yang dapat digunakan pendidik haruslah tepat, agar dapat menumbuhkan
kompetensi peserta didik dalam belajar matematika. Hal ini tidak lepas dari apa
yang dialami oleh peserta didik SMA Negeri 17 Bandung khususnya kelas X dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. SMA Negeri 17 Bandung yang merupakan salah satu lembaga yang
berfungsi sebagai tempat pelaksanaan proses belajar mengajar. Setelah diadakan
observasi di sekolah tersebut khususnya kelas X IPA 4 ternyata
masih mempunyai kendala dalam upaya peningkatan hasil belajar matematika. Salah satu kendala yang banyak dihadapi peserta
didik yaitu pemahaman konsep matematika khususnya pada pokok bahasan SPLTV.
Peserta didik kurang memahami konsep bagaimana membuat model matematika pada
soal cerita dan cara menyelesaikan soal-soal kontekstual pada SPLTV. Ini
merupakan sebuah masalah bagi peserta didik
Dengan
melihat kasus yang dihadapi peserta
didik tersebut,
seharusnya seorang pendidik dalam proses pembelajaran menggunakan suatu
pendekatan yang bisa mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran,
khususnya dalam menyelesaikan masalah yang diberikan oleh pendidik. Salah satu
pendekatan yang akan memberikan solusi dalam menyelesaikan masalah yang dialami
peserta didik, dimana peserta didik kurang mampu dalam memecahkan masalah yang diberikan oleh pendidik adalah dengan menggunakan model problem based learning (PBL)
Pembelajaran dengan model problem
based learning menjadikan masalah nyata sebagai pemicu bagi proses belajar
peserta didik sebelum mereka mengetahui konsep formal serta mampu membangun
pengetahuan tertentu dan sekaligus mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan
keterampilan menyelesaikan masalah.
Menurut Gijselaers (Hosnan 2014:298) menunjukkan
bahwa penerapan PBL menjadikan peserta didik mampu mengidentifikasi informasi
yang diketahui dan diperlukan serta strategi yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah. Dengan demikian
ketika peserta didik mampu memecahkan masalah matematika khususnya pada pokok
bahasan SPLTV maka secara tidak langsung peserta didik pun bisa memahami konsep
dari SPLTV itu sendiri.
Agar peserta didik termotivasi untuk belajar mandiri, maka aktivitas bealajar peserta
didik perlu dibangkitkan dan dikembangkan. problem based learning dalam pembelajaran ini dapat melatih peserta didik untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal yang berkaitan dengan materi yang
dipelajari sehingga mengantarkan
peserta didik memahami konsep dan aktivitas peserta didik bisa terliahat saat itu.
Dengan menggunakan
pendekatan ini diharapkan memberi kesempatan yang luas kepada peserta didik
untuk aktif belajar dan mengupayakan agar pembelajaran yang terpusat kepada pendidik
(teaching oriented) berubah menjadi
terpusat kepada peserta didik (student
oriented).
Berdasarkan
uraian diatas, maka penulis terdorong melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan model pembelajaran problem based
learning untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan pemahaman konsep
matematis peserta didik pada kelas X”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
masalah yang telah dikemukakan diatas maka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Apakah dengan menggunakan model problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik kelas X SMA
Negeri 17 Bandung?
2.
Bagaimana
aktivitas peserta didik melalui pembelajaran dengan model problem based learning pada Peserta didik kelas kelas X SMA Negeri 17 Bandung?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dari rumusan masalah, maka tujuan
penelitian
ini sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman konsep
matematika Peserta didik kelas X SMA Negeri 17 Bandung
melalui pembelajaran dengan model problem
based learning.
2.
Untuk
mengetahui aktivitas peserta didik melalui pembelajaran dengan model problem based learning pada Peserta didik kelas X
SMA Negeri 17 Bandung.
3.
Untuk
mengetahui respon peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran dengan model problem based learning pada Peserta didik kelas X
SMA Negeri 17 Bandung.
D.
Manfaat Penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat
sebagai berikut:
a.
Untuk peserta
didik
1)
Melatih peserta
didik agar mampu memahami soal matematika yang tersedia, kemudian
mengembangkannya menjadi soal-soal lain sebagai dasar pemahaman konsep yang
diberikan.
2)
Melatih peserta
didik untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
b.
Untuk Pendidik
Melalui penelitian ini, pendidik dapat mengetahui
strategi pembelajaran yang bervariasi, yang dapat memperbaiki dan meningkatkan
sistem pembelajaran matematika di kelas.
c.
Untuk
Sekolah
Hasil penelitian ini akan memberikan konstribusi dalam rangka
memperbaiki pembelajaran matematika dan meningkatkan kualitas sekolah.
E. PEMBATASAN
MASLAH
Adapun batasan masalah dari penelitian ini
adalah pokok bahasan
SPLTV pada kelas X SMA Negeri 17
Bandung
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Kajian Pustaka/Teori
1.
Pengertian
Belajar Matematika
Matematika adalah pola berpikir, pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,
representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai
ide daripada mengenai bunyi. (Johnson dan Rising 1972)
Matematika tidak hanya berhubungan dengan
bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan matematika berkenaan
dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut
urutan yang logis. Jadi matematika berkenaan dengan konsep-konsep yang abstrak
(Salmah, 2010:11).
Pada hakekatnya belajar matematika
merupakan kegiatan mental yang tinggi sebab matematika berkenaan dengan ide-ide
abstrak yang diberi simbol-simbol tersusun secara hierarki dengan penalaran
deduktif (Masykur dan Halim, 2007:43).
Berdasarkan pengertian belajar
matematika dari beberapa pakar di atas,
dapat disimpulkan bahwa belajar matematika merupakan suatu aktivitas
mental untuk memahami arti dari struktur, hubungan, simbol, kemudian merupakan
konsep yang dihasilkan ke situasi nyata sehingga menyebabkan suatu perubahan
tingkah laku.
2.
Aktivitas Peseta Didik
Indikator yang dapat dilihat untuk
menentukan apakah pembelajaran itu berhasil atau tidak dapat dilihat dari dua
segi yaitu:
a.
Keberhasilan pendidik dalam mengajar, yaitu
menyangkut sejauh mana tujuan pembelajaran yang direncanakan dapat tercapai.
b.
Keberhasilan peserta didik dalam belajar,
yaitu mengungkapkan sejauh mana tujuan pembelajaran yang ingin tercapai melalui
kegiatan belajar mengajar atau yang sering disebut dengan ketuntasan belajar
dilakukan dengan tes evaluasi.
Dierich
(Hamalik 2013) membagi aktivitas atau kegiatan belajar kelompok menjadi 8
yaitu:
a.
Kegiatan
visual, seperti membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen,
demonstrasi, pameran, mengamati orang lain, bekerja atau bermain.
b.
Kegiatan-kegiatan
lisan, seperti mengemukakan fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian,
mangajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi
dan intrupsi.
c.
Kegiatan-kegiatan
mendengarkan, seperti mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan
atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan dan mendengar radio.
d.
Kegiatan-kegiatan
menulis seperti menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat
rangkuman, mengerjakan tes dan pengisian angket.
e.
Kegiatan-kegiatan
menggambar, seperti menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta dan pola.
f.
Kegiatan-kegiatan
metrik, seperti melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran,
membuat model, menyelenggarakan permainan, maenari dan berkebun.
g.
Kegiatan-kegiatan
mental, seperti merenungkan, mengingat, mencemaskan masalah, menganalisis,
melihat, hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.
h.
Kegiatan-kegiatan
emosional, seperti minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.
Menurut
Sanjaya (2006:176) Aktivitas adalah segala perbuatan yang sengaja di rancang
oleh pendidik untuk menfasilitasi kegiatan belajar peserta didik seperti
kegiatan diskusi, demonstrasi, simulasi, melakukan percobaan, dan lain
sebagainya.
3.
Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis.
Pemahaman konsep merupakan
pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar peserta didik
lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri atas dua
pengertian. Pertama, merupakan
kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam suatu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep
yang dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan
dari penanaman konsep.
“Secara umum, indikator pemahaman matematika meliputi: mengenal, memahami
dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan idea matematika” (Sumarmo, 2010:
4). Adapun indikator yang digunakan
adalah indikator pemahaman konsep
menurut Jihad dan Haris (2010: 149),
sebagai berikut:
a. Kemampuan
menyatakan ulang sebuah konsep yang dipelajari.
b. Kemampuan
mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan
konsepnya).
c. Kemampuan
menyebutkan contoh dan non-contoh dari konsep
d. Kemampuan
menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
e. Kemampuan
menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
f. Kemampuan
mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
g. Kemampuan
mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.
4.
Pengertian Problem
Based Learning (PBL)
Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang menantang peserta didik
untuk belajar bagaimana belajar, bekerja secara berkelompok untuk mencari
solusi dari permasalahan dunia nyata menurut Duch (1995)
Problem Based Learning sebagai
suatu model pembelajaran dimana peserta didik dihadapakanpada masalah autentik
(nyata) sehingga diharapkan dapat menyusun pengetahuan sendiri,
menumbuhkembangkan inkuiri dan keterampilan tingkat tinggi, memandirikan
peserta didik dan meningkatkan kepercayaan dirinya menurut Arends (2001)
Problem Based Learning suatu
model pembelajaran yang melibatkan peserta didikmuntuk menyelesaikan suatu
masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat
mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut sekaligus
memiliki keterampilan untuk menyelesaikan masalah menurut ward (2002)
Dalam model pembelajaran Problem
Based Learning ini, pemahaman, transfer, pengetahuan, keterampilan berpikir tingkat
tinggi, kemampuan pemecahan masalah, dan kemampuan komunikasi ilmiah merupakan
dampak langsung pembelajaran. Sedangkan peluang peserta didik memperoleh
hakikat tentang keilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi dan kebebasan
peserta didik, toleransi terhadapa ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin
merupakan dampak pengiring pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang menghadapkan
peserta didik pada suatu masalah sehingga peserta didik dapat mengembangkan
kemampuan berfikir tingakat tinggi dan keterampilan menyelesaikan masalah serta
memperoleh pengetahuan baru terkait dengan permasalahan tersebut
5.
Ciri-ciri Problem Based Learning (PBL)
Menurut Akinoglu dan Tandiongan
(Awal, 2013:13), berbagai pengembangan Problem Based Learning (PBL)
menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Proses
belajar harus diawali dengan suatu masalah, terutama masalah dunia nyata yang
belum terpecahkan.
b.
Dalam
pembelajaran harus menarik perhatian peserta didik
c.
Pendidik
berperan sebagai fasilitator/ pemandu di dalam pembelajaran.
d.
Peserta
didik harus diberikan waktu untuk mengumpulkan informasi menetapkan strategi
dalam memecahkan masalah sehingga dapat mendorong kemampuan berpikir kreatif.
e.
Pokok
materi yang dipelajari tidak harus memiliki tingkat kesulitan yang tinggi
karena dapat menakut-nakuti peserta didik.
f.
Pembelajaran
yang nyaman, santai dan berbasis lingkungan dapat mengembangkan keterampilan
berpikir dan memecahkan masalah.
Berdasarkan urain tersebut tampak
jelas bahwa pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL)
dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh peserta didik dan
pendidik), kemudian peserta didik mengumpulkan informasi mereka yang telah
diketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Peserta didik dapat memilih
masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong
berperan aktif dalam belajar.
6.
Implementasi Problem Based Learning
Berdasarkan penelitian Akinoglu dan
Tandongan (Awal, 2013: 13), model Problem Based Learning (PBL)
secara umum implementasinya mulai dengan tujuan dari model Problem Based Learning (PBL),
pembentukan kelompok kecil yang terdiri dari 5 atau 7 peserta didik, pembagian
permasalahn yang telah disiapkan, pemecahan masalah, menguji permasalahan
tetapi jika tidak memberikan masalah dapat membuat riset atau praktek.
Menurut Sanjaya (2007: 218), model Problem Based Learning (PBL)
dijalankan dengan 6 langkah, yaitu sebagai berikut:
1.
Menyadari
masalah.
2.
Merumuskan
masalah.
3.
Merumuskan
hipotesis.
4.
Mengumpulkan
data.
5.
Menguji
hipotesis.
6.
Menentukan
pilihan penyelesaian.
Menurut John Dewey menjelaskan enam
langkah sebagai satu metode untuk proses pemecahan masalah. Yaitu sebagai
berikut:
1. Merumuskan masalah: mampu
mengetahui serta merumuskan masalah secara jelas
2. Mengkaji masalah: menggunakan
pengetahuan sebagai sudut pandang untuk menganalisis masalah. Pengetahuan yang
luas itu lebih baik agar mampu digunakan untuk menganalisis dari berbagai
sudut.
3. Merumuskan hipotesis: mampu
berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab akibat dan alternatif
penyelesaian.
4. Memgumpulkan dan
mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis: mempunyai kecakapan
dalam mencari dan menyusun data serta menyajikan data dalam bentuk diagram,
gambar dan tabel.
5. Pembuktian hipotesis:
mempunyai kecakapan menelaah dan membahas data, kecakapan menghubungkan dan
menghitung, keterampilan mengambil keputusan dan kesimpulan.
6. Menentukan pilihan
penyelesaian: kecakapan membuat alternatif penyelesaian, kecakapan menilai
pilihan dengan memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap pilihan.
Langkah-langkah yang dijelaskan John
Dewey tersebut, sedikit berbeda dengan langkah-langkah yang dipaparkan oleh
Ibrahim dan Nur.
Menurut Ibrahim dan Nur (Utari, 2014:
151) mengemukakan lima langkah Problem Based Learning sebagai berikut:
a)
Mengorientasi
peserta didik pada masalah: pendidik memberi penjelasan tujuan pembelajaran, memotivasi
peserta didik agar terlibat dalam pemecahan masalah.
b)
Mengorganisasikan
peserta didik untuk belajar: pendidik membantu peserta didik mengidentifikasi
dan mengorganisasi tugas belajar.
c)
Membimbing
pemeriksaan individual atau kelompok: pendidik mendorong peserta didik
mengumpulkan informasi, melaksanakan eksperimen.
d)
Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya: pendidik membantu peserta peserta didik menyusun
laporan dan berbagi tugas dengan sesama peserta didik.
e)
Menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah: pendidik membantu peserta didik
merefleksi dan mengevaluasi proses yang telah dikerjakan.
Pembelajaran ini dilandasi semua langkah tersebut tertuangkan dalam langkah pembelajaran dan
pada saat pembelajaran berlangsung. Dengan langkah tersebut diharapkan peserta
didik dapat bekerjasama dalam suatu kelompok dan mengembangkan aspek sosioal
mereka. Dari beberapa langkah-langkah
model problem based learning tersebut, penulis lebih memilih langkah-langkah
yang diungkapkan oleh Ibrahim dan Nur.
7.
Kelebihan dari model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Sanjaya (2007: 220),
keunggulan dari model Problem Based
Learning (PBL) adalah sebagai berikut:
a)
Merupakan
tekhnik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran.
b)
Dapat
menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menemukan
pengetahuan baru bagi peserta didik.
c)
Dapat
meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.
d)
Dapat
membantu peserta didik untuk bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk
memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e)
Dapat
membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung
jawab dalam penmbelajaran yang mereka lakukan.
f)
Dapat
mengetahui cara berpikir peserta didik dalam menerima pelajaran dengan
menggunakan model Problem Based Learning (PBL).
g)
Problem Based
Learning (PBL)
dianggap menyenangkan dan disukai peserta didik.
h)
Dapat mengembangkan kemampuan peserta didik
berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan
baru.
i)
Dapat memberikan kepada peserta didik untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
j)
Dapat mengembangkan minat peserta didik untuk
secara terus-menerus belajar sekaligus belajar pada pendidikan formal telah
berakhir.
8.
Kekurangan
dari model Problem Based Learning
Menurut
Wawasan pendidikan, kekurangan dari model Problem
Based Learning adalah sebagai berikut:
a.
Manakala peserta didik tidak memiliki
minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk
dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba
b.
belajar
merupakan kegiatan untuk membangun pengetahuan yang terkait menjadi lebih
terstruktur Keberhasilan
strategi pembelajaran malalui Problem Based Learning membutuhkan cukup
waktu untuk persiapan.
c.
Tanpa pemahaman mengapa mereka
berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak
akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Belajar matematika bukanlah menyerap pengetahuan yang
terpisah, namun. Perlu ada jalinan antar topik atau antar pokok bahasan. Konsep
baru perlu dikaitkan atau dicari pijakannya pada konsep lama yang telah
dimiliki peserta didik.
Dari beberapa teori tersebut dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan model Problem Based Learning pada penelitian ini adalah suatu strategi pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk
belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
9.
Materi
Pembelajaran Matematika
a. Pengertian sistem
persamaan linear tiga variable
Persamaan linear tiga variabel
adalah persamaan yang mengandung tiga variabel dimana pangkat/derajat tiap-tiap
variabelnya sama dengan satu. Bentuk umum persamaan linear tiga variabel
adalah:
ax + by + cz = p
dengan,
b. Konsep
sistem persamaan linear tiga variabel
1. Perhatikan
contoh kasus berikut ini!
Ahmad membeli di sebuah Toko peralatan sekolah berupa 4 buah penggaris, 6 buah buku tulis dan 2 buah pena dengan menghabiskan biaya sebesar Rp 19.000,00. Di Toko yang sama Sulaiman berbelanja 3 buah buku tulis dan sebuah penggaris dengan menghabiskan uang Rp 7.000,00. Jika harga sebuah penggaris adalah Rp 1.000,00 maka berpakah harga sebuah pena?
Untuk menyelesaikan kasus diatas, kita dapat menggunakan konsep sistem persamaan tiga variabel.
Pembahasan!
Dimisalkan bahwa;
x = harga sebuah penggaris
y = harga sebuah buku
z = harga sebuah pena
Diketahui:
4x + 6y + 2z = 19.000 persamaan (I)
3y + x = 7.000 persamaan (II)
Ahmad membeli di sebuah Toko peralatan sekolah berupa 4 buah penggaris, 6 buah buku tulis dan 2 buah pena dengan menghabiskan biaya sebesar Rp 19.000,00. Di Toko yang sama Sulaiman berbelanja 3 buah buku tulis dan sebuah penggaris dengan menghabiskan uang Rp 7.000,00. Jika harga sebuah penggaris adalah Rp 1.000,00 maka berpakah harga sebuah pena?
Untuk menyelesaikan kasus diatas, kita dapat menggunakan konsep sistem persamaan tiga variabel.
Pembahasan!
Dimisalkan bahwa;
x = harga sebuah penggaris
y = harga sebuah buku
z = harga sebuah pena
Diketahui:
4x + 6y + 2z = 19.000 persamaan (I)
3y + x = 7.000 persamaan (II)
x = 1.000
persamaan (III)
dimana = x, y dan z adalah variabel
dimana = x, y dan z adalah variabel
Ditanya:
z = ?
z = ?
penyelesaian:
Kita selesaikan terlebih dahulu persamaan (II) dengan bantuan persamaan (III), untuk mengetahui nilai Y (harga sebuah buku).
3y + x = 7.000 ………..( x= 1.000 )
3y + 1.000 = 7.000
3y = 7.000 – 1.000
3y = 6.000
y = 6.000/3
y = 2.000 …….….persamaan (IV)
Kita lanjutkan untuk menyelesaikan persamaan (I) dengan bantuan persamaan (III) dan persamaan (IV) yang dihasilkan dari penghitungan di atas untuk mencari nilai z (harga sebuah pena).
Kita sudah memiliki nilai;
y = 2.000 dan,
x = 1.000.
Maka,
4x + 6y + 2z = 19.000
4(1.000) + 6(2.000) + 2z = 19.000
4.000 + 12.000 + 2z = 19.000
16.000 + 2z = 19.000
2z = 19.000 – 16.000
2z = 3.000
z = 3.000/2
z = 1.500
Sudah terjawab masing – masing nilai x, y dan z sebagai berikut;
x = 1.000
y = 2.000
z = 1.500
Jadi,
harga sebuah pena adalah Rp 1.500,00
2. Pada sebuah tokoh buku,
Ati membeli 3 buku, 2 pulpen dan 3 gunting dengan harga Rp 26.000,00. Lia
membeli 3 buku, 3 pulpen, dan 1 guntung dengan harga 21.000,00. Anti membeli 3
buku dan 1 gunting dengan harga Rp.12.000,00. Jika Alif membeli 2 buku dan 2
gunting, maka tentukan biaya yang harus dikeluarkan oleh Alif?
misalkan
buku = x
pulpen = y
gunting = z
dari soal, dapat
disusun sistem persamaan linear sebagai berikut:
1. 3x +2 y + 3z =
26.000….pers. (1)
2. 3x + 3y + z = 21.000….pers. (2)
3. 3x + z =
12.000….pers. (3)
Ditanya: 2x + 2z…?
Eliminasi y pada pers.
(1) dikali 3 dan pers. (2) diksli 2
9x + 6y + 9z = 78.000
6x + 6y + 2z = 42.000____ -
3x
+ 7z = 36.000 ……pers(4)
Eliminasi x pada pers.
(3) dan pers. (4)
3x + z =
12.000
3x + 7z = 36.000____ -
-6z = -24.000
⇔ z = 4.000
Eliminasi z pada pers.
(3) dikali 7 dan pers. (4)
21x + 7z =
84.000
3x + 7z = 36.000____ -
18x = 48.000
x = 2.667
3x + 3y + z =
21.000
3x + z = 12.000____ -
3y = 9.000
y =
3.000
maka, 2x + 2z = 13.334
jadi, uang yang harus dikeluarkan
alif sebanyak Rp13.334
Seperti kita ketahui, selesaian dari persamaan linear satu variabel (PLSV) berupa bilangan tunggal yang memenuhi persamaan tersebut. Misanya, untuk x – 5 = 1, selesaiannya adalah x = 6 dan grafiknya berupa titik tunggal pada garis bilangan, yang merupakangrafik satu dimensi. Sedangkan selesaian dari suatu persamaan linear dua variabel (PLDV), seperti 2x + y = 4, adalah pasangan-pasangan berurutan (x, y) yang memenuhi persamaan tersebut. Grafik dari selesaian PLSV dan PLDV di atas dapat ditunjukkan oleh gambar berikut.
Menentukan
Solusi-solusi dari Persamaan Linear Tiga Variabel
Gunakan metode guess-and-check untuk menentukan empat titik lain
yang dilalui oleh bidang x + y + z = 6.
Pembahasan Kita dapat memulainya dengan memilih x = 0, kemudian menggunakan kombinasi dua
bilangan y dan z sedemikian
sehingga jumlah ketiga bilangan tersebut adalah 6. Dua contohnya adalah
titik-titik (0, 1, 5) dan (0, 4, 2). Kita juga dapat memilih sembarang dua
bilangan x dan y, kemudian
menentukan nilai z sedemikian sehingga jumlah
ketiga bilangan tersebut adalah 6. Dua contohnya adalah titik-titik (5, 2, –1)
dan (–3, 7, 2).
B.
Tinjauan
Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Dalam penelitian ini penulis mengambil
permasalahan tentang penerapan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan
aktivitas belajar dan kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik kelas
X. Senada dengan permasalahan diatas, penulis mengambil beberapa reverensi
penelitian yang relevan, diantaranya adalah sebagai berikut:
Ratih Surya Pratiwi (2015) dengan judul penelitian penerapan
model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) untuk
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII2 smp negeri 4
Pekanbaru, Berdasarkan hasil
analisis penelitiannya menunjukkan bahwa:
7. penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning) dapat memperbaiki proses pembelajaran
matematika siswa kelas VIII.2 SMP Negeri 4 Pekanbaru semester genap Tahun
Pelajaran 2014/2015 pada materi pokok prisma dan limas,
8. penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning) dapat meningkatkan hasil belajar matematika
siswa kelas VIII.2 SMP Negeri 4 Pekanbaru semester genap Tahun Ajaran 2014/2015
pada materi pokok prisma dan limas.
Sazali (2012) mengambil penelitian PTK
dengan judul meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika melalui
pembelajaran kooperatif di SMP Negeri 1 Sebawi menunjukkan hasil penelitian
bahwa aktivitas belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif meningkat. Adanya peningkatan itu
dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Pada siklus I memperoleh rata-rata persentase aktivitas siswa sebesar 51,79 %.
Kemudian pada siklus II rata-rata persentase aktivitas siswa mencapai 76,91 %.
Jadi untuk aktivitas belajar siswa terjadi peningkatan sebesar 25,12 %
Pramita Dewiatmini
(2010) dengan judul penelitian adalah upaya meningkatkan pemahaman konsep
matematika pada pokok bahasan himpunan siswa kelas VIIa SMP Negeri 14 Yogyakarta dengan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe student teams
achievement divisions (STAD) menunjukkan
bahwa hasil analisis kemampuan pemahaman konsep matematika
siswa, menunjukkan kemampuan siswa dalam menyatakan ulang sebuah konsep dari
siklus II mengalami peningkatan, pada siklus I presentase skor jawaban benar siswa masuk dalam kategori tinggi,
sedangkan pada siklus II masuk dalam kategori sangat tinggi dengan
persentase skor jawaban benar siswa sebesar 85,62%.
C.
Hipotesis
Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan tinjauan hasil penelitian
terdahulu yang relevan di atas, maka rumusan hipotesis penelitian tindakan ini
adalah “Penerapan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan
aktivitas belajar dan kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik kelas
X. dengan penelitian tersebut peserta didik diharapkan
mampu
9.
Mengetahui
peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika
Peserta didik kelas X SMA Negeri 17
Bandung melalui pembelajaran dengan model problem based learning.
10. Mengetahui
aktivitas peserta didik melalui pembelajaran dengan model problem based learning pada Peserta didik kelas X
SMA Negeri 17 Bandung.
11. Mengetahui
respon peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran dengan model problem based learning pada Peserta didik kelas X
SMA Negeri 17 Bandung.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Rancangan
Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas (Classroom action research) dengan tahapan-tahapan pelaksanakan meliputi: perencanaan (planning), tindakan (action),
observasi (observation), refleksi (reflection). Penelitian tindakan kelas
ini dilaksanakan selama dua siklus, dengan penerapan problem based learning.
B. Lokasi, Waktu dan Subjek Penelitian
1.
Penelitian
tindakan kelas ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 17 Bandung. Sekolah tersebut beralamat di jln. Tujuh Belas
Caringin Bakan ciparay, Bandung, Jawa Barat
2.
Penelitian
tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2017/2018 yang berlangsung pada
bulan juli sampai
dengan Agustus 2017.
3.
Subjek
penelitian adalah peserta didik kelas X
SMA
Negeri 17 Bandung. Kelas X terdiri dari 6
kelas, dengan jumlah peserta didik tiap kelas rata-rata 35 orang.
C.
Kolaborasi
Penelitian
Pada penelitian tindakan kelas ini
peneliti bekerja sama dengan beberapa pihak diantaranya Dosen Pembimbing,
Pendidik Pamong, dan beberapa observer yang berasal dari teman-teman PPG serta pihak lain (kepala sekolah, TU,
serta Pendidik-pendidik) yang ada di sekolah. Ini untuk menindak lanjuti
terhadap hasil penelitian penelitian
D. Prosedur Pnelitian
Penelitian tindakan
kelas ini direncanakan pelaksanaannya selama dua siklus. Yaitu siklus pertama dan siklus kedua merupakan
rangkaian kegiatan yang selalu saling berkaitan. Dalam artian bahwa
pelaksanaannya siklus II merupakan kelanjutan dan perbaikan dari siklus I. Tiap
siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai.
Berikut ini adalah desain penelitian tindakan kelas dari
Hopkins (Uno,2011:88)
Gambar: 3.1 Desain penelitian
Secara lebih rinci prosedur penelitian
ini dilaksanakan sebagai berikut:
1.
Siklus I
siklus
I berlangsung selama 4 kali pertemuan, 3 kali pertemuan digunakan proses
belajar mengajar, 1 kali pertemuan dilaksanakan untuk tes siklus I.
a.
Tahap perencanaan
Adapun kegiatan
yang dilakukan dalam tahap persiapan ini adalah sebagai berikut:
1. Menelaah materi yang akan
diajarkan.
2. Membuat skenario pembelajaran
untuk pelaksanaan tindakan.
3. Membuat lembar observasi
untuk melihat bagaimana keaktifan peserta didik di kelas ketika metode tersebut
diaplikasikan.
4. Membuat angket mengenai
tanggapan peserta didik tentang kegiatan pembelajaran melalui pendekatan problem based learning.
5. Membuat tes akhir Siklus I
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini diterapkan model
pembelajaran Problem Based Learning pada beberapa materi kurikulum yang telah
ditelaah pada tahap perencanaan dengan mengaplikasikan langkah model
pembelajaran Problem Based Learning berikut ini:
1. Mengorientasikan peserta
didik pada masalah, pada langkah ini pembelajaran dimulai dengan menyajikan
masalah yang nyata bagi peserta didik sesuai dengan pengalaman di tingkat
pengetahuannya.
2. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar,
pada langkah ini peserta didik mengidentifikasi masalah nyata yang diberikan.
3. Membimbing pemeriksaan individual atau kelompok,
pada langkah ini peserta didik mengumpulkan informasi, melakukan ekssperimen sehingga
dengan cara seperti itu terjadi interaksi yang efektif dan pendidik berperang
sebagai fasilitator dan motivator.
4. Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya, pada langkah ini pendidik membantu peserta didik untuk menyusun
laporan atau penyelesaian kemudian mempresentasikan di depan kelas.
5. Menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah, pada langkah ini pendidik membantu peserta didik
untuk merefleksi dan mengevaluasi prose yang telah dikerjakan peserta didik.
c.
Tahap observasi dan evaluasi
Pada tahap ini dilaksanakan pengamatan (observasi) terhadap
pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar
observasi yang
telah dibuat serta melaksanakan evaluasi.
d.
Tahap Refleksi
Setelah
data terkumpul pada tahap observasi selanjutnya dianalisis untuk melihat
tingkat keberhasilan program pengajaraan setelah diberikan tindakan pada siklus
I. Hasil yang telah diperoleh dapat dijadikan patokan untuk merumuskan rencana
perbaikan selanjutnya.
1. Siklus II
Berdasarkan interaksi refleksi
pada pelaksanaan tindakan siklus I yang tidak memenuhi indikator, maka perlu
dilaksanakan tindakan siklus II sebagai kelanjutan dan penyempurnaan serta
perbaikan dari pelaksanaan tindakan siklus I. Pelaksanaan siklus II hampir sama dengan siklus I yaitu dilaksanakan sebanyak 4 kali pertemuan, 3
kali pertemuan digunakan untuk proses belajar mengajar, 1 kali pertemuan
dilaksanakan untuk tes siklus II, dengan 4 tahap yaitu; Perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi
dan Evaluasi.
E.
Teknik pengumpulan data
1. Sumber data penelitian ini
adalah pendidik dan peserta didik.
Data yang diperoleh dari pendidik adalah
informasi mengenai hasil belajar matematika peserta didik , pendekatan dan
metode mengajar yang digunakan dalam tiap-tiap pokok bahasan, respon peserta
didik ketika diberikan soal-soal untuk dikerjakan.
2. Jenis data: jenis data yang
diperoleh adalah data kuantitatif dan data kualitatif yang terdiri dari: tes
hasil belajar/tes kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal yang
diberikan, tanggapan peserta didik, dan lembar observasi.
3. Cara pengambilan data:
a. Data mengenai aktivitas
Peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar atau proses pembelajaran matematika
dengan pendekatan problem based
learning dengan
menggunakan lembar observasi.
b. Data mengenai
hasil belajar Peserta didik diperoleh dari tes hasil belajar Matematika pada
tiap akhir siklus.
c. Data mengenai
respon Peserta didik terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan problem
based learning diperoleh melalui angket yang
diberikan kepada peserta didik pada akhir siklus II.
F.
Teknik analisis data
a. Aktivitas Peserta
didik
Data aktivitas peserta didik diperoleh dari hasil
observasi aktivitas peserta didik yang diamati secara cermat oleh observer
dengan memberikan skor sesuai kreterian keaktifan peserta didik.
Data hasil pengamatan aktivitas peserta didik meliputi menghitung presentase skor perkomponen yang diobservasi. Menurut Yonni, dkk. (Encar 2015: 29) untuk menghitung skor perkomponen digunakan rumus sebagai berikut:
Kriteria keberhasilan aktivitas peserta didik dalam
penelitian ini adalah
Menurut Masyhud (Encar, 2015: 30) dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel
3.1 Penilaian Aktivitas Peserta Didik
No.
|
Interval
|
Interpretasi
|
1
|
81% - 100%
|
Sangat aktif
|
2
|
61% - 80%
|
Aktif
|
3
|
41% - 60%
|
Cukup aktif
|
4
|
21% - 40%
|
Kurang aktif
|
5
|
0% - 20%
|
Sangat kurang aktif
|
Adapun ketuntasan kelas diperoleh jika jumlah peserta didik yang
tuntas belajar di kelas mencapai 85%.
Adapun kriteria penilaian
aktivitas belajar peserta didik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Indikator
kinerja atau kriteria keberhasilan pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang mengacu pada ketentuan kurikulum sebagai berikut :
a)
Tindakan
dinyatakan berhasil jika aktivitas peserta didik dalam pembelajaran minimal 75
% atau berada pada kriteria baik.
b)
Tindakan
dinyatakan berhasil jika hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran minimal
85 % mencapai daya serap kelas.
1.
Tes Kemampuan Pemahaman Matematis.
Data
yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara statistik deskriktif, yaitu skor
rata-rata, presentase, standar deviasi, nilai minimum, dan nilai maksimum yang
dicapai setiap siklus untuk mendeskripsikan karakteristik responden.
Selanjutnya dengan menggunakan teknik kategorisasi, untuk menentukan kategori
kemampuan peserta didik dalam pemahaman konsep matematis, maka kriteria yang digunakan
berdasarkan ketentuan Kurikulum 13 (K.13), yaitu:
1. Skor hasil belajar
< 60 (KKM) dikategorikan kurang
2. Skor hasil belajar 60 – 69 dikategorikan cukup
3. Skor hasil belajar 70 – 79 dikategorikan baik
4. Skor hasil belajar 80
– 100 dikategorikan baik sekali
(Permendikbud nomor 53 tahun
2015 )
Meninjau dari penggunaan
skor analisis data kriteria ketuntasan
hasil belajar peserta didik digunakan berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang ditetapkan oleh sekolah, yaitu:
1. Skor hasil belajar
peserta didik < KKM dikategorikan tidak tuntas
2. Skor hasil belajar
peserta didik ≥ KKM dikategorikan tuntas
Kemudian dihitung persentase
ketuntasan secara klasikal. Untuk
hitunglah persentase daya serap kelas secara umum.
Suherman (2001: 6) Suatu kelas
dikatakan tuntas belajar apabila daya serap kelas ≥ 85 %.
2.
Aktivitas Peserta didik
Aktivitas Peserta didik
Data aktivitas peserta didik
diperoleh dari hasil observasi aktivitas peserta didik yang diamati secara
cermat oleh observer dengan memberikan skor sesuai kreterian keaktifan peserta
didik.
3.
Aktivitas Pendidik
Observasi
kegiatan pendidik dilakukan dengan menggunakan lembar
observasi yang mengacu pada kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model problem based learning. Kriteria untuk menentukan keberhasilan
pendidik dalam aktifitasnya menggunakan rumus sebagai berikut:
Presentase Kriteria =
4.
Data
Respon Peserta Didik
Hasil angket dianalisis dengan cara
mencari persentase masing-masing pernyataan untuk tiap pilihan jawaban, yaitu
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
P =
Keterangan:
P : Persentasi jawaban
f : Frekuensi jawaban
n : Banyaknya jawaban
Persentase yang diperoleh
ditafsirkan berdasarkan kriteria yang dikemukakan Riduan (dalam Ardiyanto,
2012) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Klasifikasi Interprestasi
Persentase Respon Peserta Didik
Persentase
|
Interprestasi
|
0
|
Tak
seorangpun
|
1 - 24
|
Sebagian
kecil
|
- 49
|
Hampir
setengahnya
|
50
|
Setengahnya
|
51 - 74
|
Sebagian
besar
|
75 - 99
|
Hampir
seluruhnya
|
100
|
Seluruhnya
|
- Indikator keberhasilan tindakan
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas (classroom action research) adalah kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik dikatakan
meningkat apabila ditinjau dari nilai rata-rata hasil belajar dari siklus I
meningkat pada siklus II serta memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang
telah ditetapkan oleh sekolah.
Kriteria
ketuntasan minimal di SMA Negeri 17
Bandung pada pelajaran matematika yaitu
75. Ketuntasan belajar peserta didik minimal tercapai 80% dari seluruh peserta didik yang dikenai
tindakan memperoleh nilai 75 ke atas (Berdasarkan pedoman sekolah). Untuk
mengetahui presentase ketuntasan klasikal peserta didik dapat digunakan rumus
sebagai berikut:
KK = x 100 % (KTSP 2007, 382) dalam Herlin
Nopariza, 2011
Keterangan:
KK = Presentase ketuntasan
belajar klasikal
JT = Jumlah peserta didik yang
tuntas
JS = Jumlah seluruh peserta
didik
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas (classroom action research) adalah kemampuan pemahaman
konsep matematis peserta didik
dikatakan meningkat apabila ditinjau dari nilai rata-rata yang diperoleh
dari siklus I meningkat pada siklus II serta memenuhi kriteria ketuntasan
minimal yang telah ditetapkan oleh sekolah.
H.
Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian
ini terdiri dari dua jenis
yaitu:
1.
Instrumen
Tes
Instrumen ini digunakan untuk tes formatif yaitu tes-tes yang
dilaksanakan pada setiap akhir siklus I dan II, tes ini bertujuan untuk
menganalisis peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis dan ketuntasan
belajar peserta didik terhadap seluruh materi yang diberikan pada kedua siklus
sebagai implikasi PTK.
2.
Instrumen
Non-Tes
Dalam
Instrumen Non tes ini digunakan sebagai berikut:
a.
Lembar
Observasi Aktivitas Pendidik
Lembar observasi aktivitas pendidik digunakan untuk
mengetahui apakah proses pembelajaran dengan model problem based learning terlaksana dengan baik dan
sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah
dibuat, kemudian bagaimana interaksi yang terjadi di dalam kelas, serta untuk mengetahui kekurangan
dalam proses pembelajaran.
b.
Lembar
Observasi Aktivitas Peserta didik
Lembar
observasi aktivitas peserta didik digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keaktifan peserta didik saat
proses pembelajaran berlangsung, serta menjadi tolak ukur dan bahan pertimbangan pendidik dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus
II sebagai tindak lanjut dari siklus I.
c.
Lembar Jurnal
Respon Peserta Didik
Jurnal harian merupakan instrumen non
tes yang terdiri dari beberapa pertanyaan yang bersifat terbuka. Lembar jurnal respon peserta didik berisi pertanyaan-pertanyaan
terkait penerapan model problem based learning dalam proses
pembelajaran untuk tiap siklus, sehingga peneliti dapat mengetahui bagaimana
respon peserta didik selama siklus
tindakan berlangsung, serta menjadikannya sebagai salah
satu cara untuk menganalisis solusi agar pembelajaran menjadi lebih efektif.
I.
Jadwal penelitian
Tabel
3.3 Jadwal Penelitian
No
|
Kegiatan
|
Bulan/ Minggu Ke-
|
|
|||||
Mei
|
Juni
|
Juli
|
Agust
|
Sept
|
Okt
|
Nov
|
||
1
|
Observasi
|
Minggu Ke IV
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Pengajuan judul
|
|
Minggu Ke I
|
|
|
|
|
|
|
Penyusunan proposal
|
|
Minggu ke
II-III
|
|
|
|
|
|
3
|
Penyusunan instrumen PTK dan konsultasi
|
|
Minggu Ke IV
|
Minggu Ke I-III
|
|
|
|
|
4
|
Pelaksanaan penelitian
|
|
|
Minggu Ke IV
|
Minggu Ke I-IV
|
|
|
|
5
|
Analisis Data
|
|
|
|
Minggu Ke I-IV
|
Minggu Ke I
|
|
|
6
|
Penyusunan laporan PTK
|
|
|
|
|
Minggu Ke II-IV
|
Minggu Ke I-III
|
|
7
|
Seminar
|
|
|
|
|
|
Minggu Ke IV
|
No comments:
Post a Comment